Review Buku “Architect of Noise: The Great Manipulator

Ketika Sains, Kekuasaan, dan Kemanusiaan Bertabrakan

Dalam dunia fiksi ilmiah Indonesia yang jarang mengeksplorasi sisi gelap sains dan moralitas, Architect of Noise: The Great Manipulator karya Sugilar S hadir sebagai gebrakan yang menyegarkan. Buku ini bukan sekadar kisah eksperimental tentang teknologi manipulasi suara, tetapi juga refleksi tentang bagaimana ambisi, dendam, dan kekuasaan dapat mengubah manusia menjadi “arsitek kekacauan.” Melalui narasi yang cerdas, humoris, dan sedikit sinis, Sugilar mengajak pembaca menyelami batas tipis antara kecerdasan dan kegilaan.

Salah satu buku yang Minpus rekomendasikan untuk kalian baca bagi si pecinta cerita fiksi. Berikut review singkatnya!

Sinopsis

Kisah ini berpusat pada Ajay, mantan narapidana yang merasa terkhianati oleh sistem pemerintahan. Dengan kepintarannya dalam bidang sains, Ajay menemukan cara untuk membalas dendam, yaitu dengan menciptakan gelombang suara yang mampu memanipulasi pikiran manusia. Ia awalnya melakukan eksperimen pada hewan, namun seiring waktu, ia mulai menguji kekuatannya pada manusia di sekitarnya.

Dari sekadar eksperimen kecil, Ajay berubah menjadi sosok berkuasa yang mengendalikan banyak orang tanpa mereka sadari. Ia dikenal sebagai The Great Manipulator, dalang di balik kekacauan sosial dan politik. Namun kejayaan itu tak berlangsung lama. Kemunculan Dindin, mahasiswa IT yang secara tak sengaja menemukan jejak manipulasi Ajay, memicu pertarungan cerdas antara kebaikan dan kejahatan. Awalnya terjebak dalam masa lalunya yang kelam, sang bupati kemudian membantu Dindin berpacu melawan waktu untuk menghentikan Ajay sebelum kekuatan gelombang suara yang mematikan akan menghancurkan seluruh Karawang.

Buku ini memadukan fiksi ilmiah, thriller, dan satire sosial. Meski menggunakan humor dan gaya bahasa yang ringan, setiap kalimatnya tetap menyampaikan pesan moral yang jelas — pengetahuan tanpa etika bisa menjadi bencana. Ajay bukan sekadar penjahat, ia simbol dari manusia modern yang kehilangan kendali atas ciptaannya sendiri.

Profil Penulis

Sugilar S, penulis kelahiran Bandung yang lahir bertepatan dengan Perang Teluk I, dikenal sebagai pribadi sederhana namun multitalenta. Ia adalah pegawai swasta sekaligus pendiri Epic Studio atau PT Enjiniring Pilar Cakrawala, perusahaan yang bergerak di bidang perencanaan dan pemeriksaan infrastruktur jembatan. Selain itu, Sugilar juga memiliki bisnis kuliner bernama Ojisan Ramen di kawasan Dago, Bandung.

Dalam bagian profilnya, Sugilar menulis dengan gaya jenaka dan apa adanya, bahkan menyelipkan promosi halus tentang bisnisnya. Gaya ini menunjukkan kepribadian penulis yang ringan, kreatif, dan tidak kaku—persis seperti gaya bertutur yang ada dalam novelnya.

Kelebihan Buku

1. Ide orisinal dan berani.

Mengangkat tema manipulasi suara sebagai senjata psikologis membuat novel ini terasa segar dan berbeda dari fiksi ilmiah lokal pada umumnya.

2.Gaya bahasa mengalir.

Sugilar mampu menyisipkan humor bahkan di tengah ketegangan cerita, membuat pembaca tetap terhibur dan tidak tegang pada saat membacanya.

3. Pesan moral terselubung.

Di balik kisah “ngawur” ini, tersimpan refleksi dalam tentang tanggung jawab moral terhadap teknologi dan kekuasaan.

4. Struktur cerita rapi.

Dengan 19 bab yang tersusun kronologis, penulis mengajak pembaca untuk mengikuti perkembangan Ajay secara bertahap dari korban hingga menjadi sang manipulator.

Kekurangan Buku

1. Istilah teknis yang kompleks.

Bagi pembaca awam, penjelasan tentang gelombang suara dan manipulasi frekuensi kadang terasa rumit.

2. Humor yang terlalu nyeleneh.

Gaya satir penulis bisa jadi kurang cocok bagi pembaca yang mencari kisah serius atau realistis.

Penutup

Architect of Noise: The Great Manipulator adalah perpaduan cerdas antara hiburan dan refleksi moral. Sugilar S berhasil menciptakan dunia fiksi ilmiah yang kocak, absurd, namun penuh makna. Pada awalnya, cerita tentang Ajay menyoroti balas dendam dan kekuasaan, namun seiring perkembangan kisah, cerita itu juga menggambarkan bagaimana manusia berjuang mengendalikan teknologi dan dirinya sendiri.

Bagi Anda yang mencari bacaan fiksi ilmiah lokal dengan cita rasa humor, kritik sosial, dan sentuhan eksistensial, buku ini layak masuk daftar bacaan wajib. Melalui Architect of Noise, Sugilar membuktikan bahwa fiksi Indonesia masih bisa mengguncang—bahkan lewat suara yang tak terdengar.

Rekomendasi Buku Terkait:

1. Suwung

2. SI BUNCING : Buku Fiksi Sains Pendukung Pembelajaran

3. Mengungkap Misteri Nyale Putri Mandalika